Terbayang Olehku Bali dan Yogya – Part II

Seperti yang aku bilang diposting sebelumnya. Selain Bali, aku terbayang akan Yogyakarta. Apa yang terbayang di kepala kamu waktu aku bilang Yogya? Keraton? Malioboro? Atau apa?

Bagiku Yogya berarti keramahan. I do feels like home in Yogya. Buat yang mau belajar jadi backpacker, Yogya is the right place. Kenapa? Karena menurut pengalamanku orang-orang di sana akan membantu kamu menemukan apapun yang kamu perlukan, seperti hotel, tempat makan, tempat membeli oleh-oleh dan itu tanpa memanfaatkanmu.

Malioboro

Bila mengunjungi Yogya bukan untuk tujuan pekerjaan, sepertinya saya akan lebih memilih kereta api sebagai alat transportasi. Kalau naik pesawat kita disuguhi pemandangan langit biru dan awan, kalau naik kereta api sawah yang menghampar akan menghiasi pandangan kita. Setelah sampai di Stasiun Tugu, Yogya akan banyak tukang becak yang menawarkan becaknya untuk mengantar kita. Umm.. kalau memang ingin menginap di Malioboro dan sekitarnya kalau aku sih lebih pilih jalan kaki menuju hotel atau penginapan. Ketika kamu berjalan akan tetap banyak tukang becak yang mencoba menawarkan becaknya pada kamu. Tolak saja dengan ramah, mereka juga nggak akan gimana-gimana kok.

Tapi kalau memang mau naik becak juga nggak apa-apa sih. Kalau masih buta tentang Yogya jangan ragu buat bertanya entah sama abang becaknya atau sama siapapun yang menurut “insting” kamu enak buat ditanya. Hehehe. Seperti yang aku bilang diawal. Yogya itu tempat dimana keramahan menjadi auranya. Jadi menurut pengalamanku sih dengan bantuan orang-orang Yogya kamu akan dengan mudah menemukan tempat menginap yang kamu suka.

Di sekitar Malioboro akan banyak ditemui hotel atau penginapan dengan harga mulai dari 60 ribuan perkamar. Biasanya yang seharga itu tipe kamar benar-benar standar. Nggak ada AC dan TV. Yang tingkatan medium kira-kira 90ribuan. Kalau yang lengkap dengan AC dan TV kira-kira sekitar 160ribuan keatas. 200 ribu sudah bisalah untuk dapat kamar hotel diatas lumayan. Tapi kan kalau mau jadi backpacker harus bisa ngirit budget. Jadi aku pikir nggak usah pakai kamar yang harganya terlalu mahal dulu yah.

Untuk menghabiskan malam di Yogya jangan membayangkan cafe – cafe atau mall. Khas malam

Angkringan

di Yogya adalah anak muda dan angkringan. Angkringan itu tempat makan yang di gelar di pinggir jalan, menggantikan orang-orang yang berjualan pakaian, tas-tas, atau souvenir-souvenir Yogya lainnya yang ada dikala siang. Makanannya sejenis-jenis nasi kucing. Enak kok! Di Yogya juga sudah banyak tempat makan yang ada fasilitias WiFinya. Asyik kan tuh?! Meskipun keluar malam dengan berjalan kaki, aku merasa nggak takut. Meski aku nggak kenal banyak orang di Yogya, meski waktu itu aku pernah ke Yogya hanya berdua dengan sahabatku, tapi aku nggak merasa takut. Karena sekali lagi aku bilang ya, Yogya seperti menawarkan aura keramahan yang tak ada habisnya.

Pasar Beringharjo

Kalau misalnya nggak sempet ke Beringharjo, ada Mirota Batik yang juga menyediakan berbagai macam oleh-oleh. Mulai dari pakaian, kain, souvenir-souvenir. Harganya juga masih terjangkau. Kalau mau beli oleh-oleh makanan seperti bakpia, bisa loh tinggal minta tolong abang becak buat nganter ke tokonya. Bisa juga minta becaknya nunggu jadi buat balik ke tempat menginap nggak perlu susah. Beringharjo maupun Mirota Batik masih berada di dalam area Malioboro.

Mengunjungi alun-alun Keraton Yogya pada waktu malam juga boleh dicoba. Sambil menikmati sekuteng yang bisa menghangatkan badan. Kalau mau bermain dengan tantangan kecil, cobalah berusaha melewati dua beringin besar di tengah alun-alun dengan menutup mata. Jarang loh ada orang dewasa yang bisa. Kalau anak kecil katanya sih banyak yang bisa karena mereka masih polos.

2 pohon beringin di alun-alun

Hmm.. Yogyakarta.. Jadi kangen dengan Yogya nih aku. Ingin merasakan aura keramahan Yogya.

I love Yogya, I love Bali, but one for sure, I really in love with my beautiful Indonesia! See ya on the next post folks! 😉

Terbayang Olehku Bali dan Yogya – Part I

Hari ini hari Kamis. Belum weekend. Namun entah mengapa sore ini lalu lintas padat sekali. Saking padatnya sampai-sampai bagiku mirip dengan kepadatan malam tahun baru. Mengalami kepadatan (bisa disebut juga kemacetan yang parah) tiba-tiba yang terbayang diingatanku adalah Bali dan Yogyakarta.

Bali. Provinsi dengan ibukota Denpasar ini buatku adalah kota yang tenang. Seramai apapun situasinya, seramai apapun orang-orangnya Bali memiliki aura, feel yang tenang. Sejauh apapun kaki melangkah sering ditemukan sesaji-sesaji yang menandakan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu sangat dekat dengan Tuhannya, dengan keyakinannya.

Saking tenangnya, untukku pribadi ketika berada di Bali suara mesin mobil ataupun motor juga ikut terdengar halus, tenang. Seakan berbeda dengan mesin-mesin transportasi di Jakarta. Rasanya jarang sekali mendengar suara klakson di sana. Saat beberapa bulan belakangan cuaca di Bali sedang sangat panas. Aku membuktikannya ketika November lalu Aku sempat seminggu berada di sana. Kata orang Bali sendiri, cuaca panas tersebut lebih extreme dari cuaca Bali biasanya.

Pantai Kuta

Walaupun panas berlebih, pantai Kuta tetap saja tidak sepi dari turis lokal dan internasional. Menikmati sarapan di pantai kuta dengan memandang langsung kearah laut dapat membuat pikiran lebih santai. Menunya bukan cuma masakan Bali namun juga masakan khas Jawa. Hey, jangan mengira sarapan dengan “gaya” ini akan menghabiskan uang banyak ya. Eh, tapi juga jangan membayangkan tempat kamu sarapan adalah restoran. Penjual makanan akan menggelar makanannya pada sebuah meja. Kemudian kamu bisa duduk langsung di pasir pantai atau memilih memakai kursi lipat kecil. Untuk delapan orang, sekitar 50ribuan cukup loh. Oke nggak tuh!

Daerah Kuta lebih identik dengan distro, hotel, pokoknya yang berhubungan dengan bersenang-senang dengan biaya yang harus dikeluarkan yahhh lumayanlah, tapi masih terjangkau (makanya kalau mau traveling nabungnya bukan cuma buat tiket, hotel , makan dan oleh-oleh tapi juga biaya bersenang-senang. Hehehehe) Semakin malam, Kuta semakin ramai. Biasanya wisatawan-wisatawan akan menghabiskan malam dengan duduk-duduk di pantai dan banyak juga yang kongko-kongko di cafe-café di depan pantai Kuta.

Lain Kuta lain Sanur. Katanya sih hotel-hotel di Sanur lebih murah dibandingkan dengan hotel-hotel di Kuta. Sanur di mataku identik dengan perumahan. Melalui Sanur aku (sedikit) mendapat gambaran kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Di sini terdapat banyak kantor-kantor pemerintahan. Kantor-kantor tetap dengan arsitektur Bali yang kental. Ah jangan dibandingkan dengan kantor-kantor di Jakarta yang bentuknya monoton. Lalu aku juga nggak akan lupa dengan bangunan Monumen Rakyat Bali di Renon.

Monumen Rakyat Bali

Mengunjungi setiap daerah pasti kamu nggak mau pulang dengan tangan kosongkan?! Berburu oleh-oleh di pasar Sukowati dapat menjadi keasyikan tersendiri, apalagi buat yang jago nawar. Buat yang mau beli oleh-oleh dalam jumlah banyak, Pasar Sukowati memang tempat yang tepat. Tapi ada juga tempat lain yang bisa menjadi alternatif untuk membeli oleh-oleh. Toko Erlangga namanya. Toko layaknya toko swalayan ini juga menyediakan berbagai souvenir atau oleh-oleh yang tidak kalah lengkap dengan di Pasar Sukowati. Bedanya di Erlangga kita nggak bisa nawar dan harga barang persatuannya juga sedikit lebih mahal. Sebagai contoh, kain bali di Pasar Sukowati dapat kita beli dengan harga Rp 12.500 perbuah. Sedangkan di Erlangga dijual kalau nggak salah sekitar Rp 17.000 perbuah. Perbedaan lainnya antara Sukowati dengan Erlangga tentu saja di Sukowati kita akan sering kipas-kipas sedangkan Erlangga yang pakai AC membuat kita terasa sejuk saat berbelanja.

Toko Oleh-Oleh Erlangga

Umm, ngomong-ngomong tentang tawar menawar. Seni menawar nggak menitik beratkan hanya pada kepuasan pembeli mendapatkan barang dengan harga rendah. Menawar harus tetap menggunakan hati. Inget loh, pedagang itukan profesi. Para pedagang berdagang untuk mencari uang. Menghidupi diri mereka juga keluarga mereka. Jadi yaaa tetap pakai hati ya kalau lagi nawar. Apalagi kalau yang jual nenek-nenek yang untuk menghitung berapa kembalian uang kita saja masih bertanya pada kita seperti ini, “Jadi kembaliannya berapa ya?” Kalau ketemu yang seperti itu jangan dikerjain ya. Kasihan tahu! Seni menawar itu terletak pada bagaimana kita mendapatkan barang yang kita inginkan dengan harga yang pas di hati kita dan di hati penjualnya. Susah-susah gampang. Kadang kita jangan kalah ngotot juga sama pedagangnya. Asal ya itu tadi, harga yang kita minta masih logis untuk barang yang kita mau.

Pasar Sukowati

Masih banyak sih daerah-daerah lainnya di Bali. Pernak perniknya juga masih banyaakkkkkk banget. Lain kali posting lebih banyak tentang Bali deh. Hihihihi. Hmm… Bagaimanapun Kuta, bagaimanapun Sanur, Denpasar, Pasar Sukowati, Toko Erlangga, jika orang menyebutkan kata Denpasar atau Bali. Maka yang langsung terbersit di kepalaku adalah Tenang. Yup, aura ketenangan, kedamaian di Bali menjadi salah satu favoritku tentang Bali.

Next Post: Yogyakarta! (According to my mind, Folks :p )