Di Indonesia? Media Sosial Sebagai Personal Public Relations Dalam Membentuk Image Pribadi

Ini akan menjadi postingan yang panjang, kawan. Selamat menikmati 😉 Hehehehehe.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia lebih akrab menyebut media sosial dengan Facebook, twitter, plurk, Koprol, You Tube, my space, atau flicker.

Di negara-negara Eropa dan Amerika, masyarakatnya telah memanfaatkan media sosial lebih kepada hal-hal yang menyangkut bisnis, marketing, promosi dan branding produk atau jasa. Lalu bagaimana di Indonesia??

Sebagai orang yang tinggal di Indonesia dan memiliki teman-teman (yang juga lebih banyak dari Indonesia) yang terkoneksi melalui media sosial, saya kok sejauh ini lebih melihat pemanfaatan media sosial di Indonesia baru sebatas sebagai Personal Public Relations dalam pembentukan image pribadi. Apakah itu juga mengartikan masyarakat Indonesia sebagian besar memang narsis??

Ketika melihat sebuah artikel di www.antaranews.com, apa yang saya seperti mendapat petunjuk mengani pertanyaan saya itu. Para peneliti di Kanada, tepatnya Universitas York mengatakan bahwa mereka yang menghabiskan waktu untuk memperbaharui profil mereka di FB lebih cenderung narsis. Mereka juga cenderung menggunakan situs itu untuk mempromosikan diri mereka sendiri kepada orang-orang yang ingin mereka temui.

Sebagai Personal Public Relations Dalam Pembentukan Image Pribadi

Bagi saya, media sosial yang paling menonjol dalam pembentukan image pribadi adalah Facebook (FB) dan twitter, yang mana pengguna FB dan twitter di Indonesia termasuk tinggi diantara negara-negara di dunia. Pembentukan image pribadi melalui media sosial dapat terlihat dari rutinnya memperbaharui status FB dan posting dalam twitter (nge-twit).

Kita langsung masuk ke contoh, oke? Oke aja deh ya. Hehehehe.

Status FB Richard (bukan nama sebenarnya) hari Senin:

“Ditengah semua yang menyulitkan ini, aku bersujud kepadaMu ya Tuhan dan memohon segala kebaikan untukku dan keluargaku” (Solat sambil FB-an??)

Status FB Richard (bukan nama sebenarnya) hari Selasa:

“Alhamdulillah, dibeli kesehatan dan kebahagiaan. Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?”

Status FB Richard hari Rabu:

“Mengawali minggu dengan doa dan tersenyum”

Status FB Richard hari Kamis:

“Kugenggam amanah dariMu Tuhan.”

Status FB Richard hari Jumat:

“Ya Allah, aku mohonkan doa kepadaMu atas mereka yang menzolimi aku.” (Mudah-mudahan Tuhan juga suka FB-an, amin.)

Bagi saya ada satu kesamaan dari status-status Richard diatas, yaitu semuanya berkaitan dengan Tuhan. Kalau Richard secara terus menerus, setiap harinya, mengup-date status FBnya 80% seperti itu maka kemungkinannya adalah Richard secara sadar ingin menciptakan image pribadi sebagai seseorang yang agamis atau religius.

Contoh lainnya:

Status FB Lina (nama bohong-bohongan) hari Senin:

“Semakin sering berusaha dijatuhkan, semakin sering pula aku bangun dan bertahan”

Status FB Lina (masih nama bohong-bohongan) hari Selasa:

“Wanita bermuka dua menusuk dari belakang”

Status FB Lina hari Rabu:

“Bersabar menghadapi musuh dibalik selimut”

Sama seperti contoh Richard, jika Lina terus menerus, setiap harinya, mengup-date status FBnya 80% seperti itu maka kemungkinannya adalah Lina secara sadar ingin menciptakan image pribadi sebagai seseorang yang sedang teraniaya dan tetap tegar menghadapinya.

Sekarang contoh twitter:

Update twitter Rizky

Senin: “Kok mimisan lagi??”

Selasa: “Tuhan tolong jangan ada sakit kepala hari ini”

Rabu: “Belum minum obat”

Kamis: ”Sakit sekali ya Tuhan” (kalau sakit banget kenapa bisa ngetweet???)

jika Rizky terus menerus, setiap harinya, mengup-date twitternya 80% seperti itu maka kemungkinannya adalah Rizky secara sadar ingin menciptakan image pribadi sebagai seseorang yang sakit dan ingin mendapatkan simpati followernya.

Contoh satu lagi yaaaa:

Status FB Feya (bukan nama asli) pada suatu hari:

“Bersyukur atas semua yang ada, hidup ini anugerah”

Komentar teman: “Tetep jalani hidupppp iniiii, melakukannnn yang terbaikkkk. Lagunya memang bagus yaaaa :)”

Feya komentar: “Bukan krn lagu itu kok, itu memang apa yang sedang gw rasakan”

Komentar teman: “Ohhh, gw yang jadi inget sama lagu itu”

Dalam contoh ini terlihat Feya tidak ingin disaingi dengan sebuah lagu. Feya ingin menciptakan image pribadi sebagai seseorang yang mensyukuri hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.

Maksimalkan, Informatif Sekaligus Inspiratif

Sepanjang pengelihatan saya, masih sedikit pengguna media sosial di Indonesia yang memanfaatkan media tersebut sebagai media yang informatif sekaligus menginspirasi, misalnya seperti:

“Rayakan Hari Buruh Sedunia. Mereka menghasilkan devisa untuk Indonesia”

“Pengguna internet tembus 2 miliar loh tahun ini!”

“Journal of Consumer Research menemukan bahwa iklan yang menampilkan produk kecantikan sebenarnya menurunkan self esteem konsumen perempuan”

“Ramiki, Rado, Kaibi dan Kaibow menjadi 4 lokasi hunian sementara korban banjir Wasior”

“Yg punya uang koin banyakkkk, bisa buat nolong anak2 gak mampu spy bs sekolah lg lewat http://www.coinachance.com” (resss.. :p)

Image Yang Dihasilkan Belum Tentu Sama Dengan Image Yang Diinginkan

Apa yang ingin dilakukan seseorang melalui media sosial miliknya sebenarnya menjadi hak asasi orang tersebut (sepanjang tidak mengancam kehidupan orang lain). Namun kita harus berhati-hati karena pembentukan image pribadi melalui media sosial tidak selalu memiliki hasil sesuai dengan keinginan kita atau si empunya media sosial. Lagipula rasanya terlalu mengumbar yang berkaitan dengan masalah pribadi tidak bisa disebut sebagai sesuatu yang baik. Malah bisa jadi berbahaya kalau mengumbar sesuatu yang negatif berkaitan dengan tempat dan rekan bekerja di media sosial.

Menurut sebuah penelitian, mereka yang sangat bergantung pada Facebook cenderung tidak mempunyai teman lagi di dunia maya, karena sahabat-sahabat mereka di jejaring sosial itu mulai risih dan bosan dengan ‘status’ mereka yang diperbaharui tanpa henti dan hanya berisi hal-hal sepele. Jika bosan maka seseorang akan cenderung memutuskan untuk tidak lagi menjadi teman dari si pecandu Facebook di dunia maya, dan bahkan menghapusnya dari daftar teman (www.antaranews.com).

Masih dari sebuah artikel berjudul “Sering Update Status Facebook = Norak dari www.antaranews.com, berikut adalah Sembilan teratas penyebab pemutusan hubungan pertemanan di Facebook :

  1. komentar yang membosankan
  2. terlalu sering “update” status
  3. kasar
  4. komentar rasis
  5. membahas politik
  6. membahas agama
  7. berakhirnya hubungan (di dunia maya maupun dunia nyata)
  8. cekcok di dunia nyata cekcok di dunia maya

Buat saya, pecandu media sosial khususnya FB dan twitter perlu dipertanyakan apakah ia memiliki teman di dunia nyata yang bisa diajak berbagi suka dan duka?

Ini proses. Bagi Indonesia media sosial masih termasuk hal yang baru. Mudah-mudahan seiring proses yang berjalan, dimasa depan nanti masyarakat kita (termasuk saya) lebih bisa memaksimalkan pemanfaatan media sosial yang ada.

Yah, sekali lagi pemanfaatan media sosial menjadi hak asasi pemiliknya, termasuk bila dimanfaatkan sebagai Personal Public Relations untuk membentuk image pribadi. Kalau nggak suka atau dirasa mengganggu, diremove atau unfollow saja. Oh ya, hal ini menarik loh buat dijadikan bahan skripsi. Ada yang berminat? Hehehehehe 😀


*Gambar dari http://www.queencorner.com

5 thoughts on “Di Indonesia? Media Sosial Sebagai Personal Public Relations Dalam Membentuk Image Pribadi

  1. Buat saya, pecandu media sosial khususnya FB dan twitter perlu dipertanyakan apakah ia memiliki teman di dunia nyata yang bisa diajak berbagi suka dan duka?

    >> kehidupan sosial saya didunia maya dan nyata, gak pernah berimbang. kalo di dunia nyata sedang sakses, biasanya di dunia maya meredup. dan kalo sekarang? jelas di dunia nyata yg sedang meredup alias ga ada teman yg bs face-to-face diajak curhat.

    bersyukurlah orang2 yg gak berminat, gak punya waktu dan gak addict dgn dunia maya. saya anggap itu adalah pertanda bahwa mereka memiliki kehidupan sosial yg saksess di dunia nyata.

    atau….. mungkin memang bukan tipikal orang yg HOBI berselancar di dunia maya? (chatting,fb, tweeting, ataupun blogging)

    • @ Tyka Ndutyke: First of all, thank u 4 drop by n 4 the comment also ^_^ Saya c ga berusaha blg klo yang gak punya waktu atau gak addict sm dunia maya itu pertanda mrk memiliki kehidupan sosial yang saksesss y di dunia nyata. Saya cm bertanya2, apakah mrk memiliki teman/sahabat yang bs mrk ajak berbagi dalam suka dan duka.. Buat saya, tmn/shbt dan kehidupan sosial itu dua hal yang berbeda 🙂

      Dan ya, kemungkinan kedua adalah mrk bukan org yg hobi berselancar di dunia maya 🙂 dan HOBI itu saya rasa jg didukung dengan “HOBI” mrk yang lain, entah lebih “HOBI” sharing dgn seseorang di dunia maya, atau “HOBI” menyimpan bahkan berusaha menyelesaikan semua hal dlm hidupnya sendiri. Namun yg pasti, “HOBI2” itu langsung atau gak langsung “mendukung” mrk utk nggak memanfaatkan media sosial utk “mengumbar” hal2 pribadi mrk sekaligus menjadikan media sosial itu sbg Personal PR dlm pembentukan image pribadi mrk ^_^

Leave a comment